Thursday, March 22, 2012

KALIMPANAN

Ada yang tau arti judul diatas?
Kalau anda orang Padang (Minang) asli, kata di atas pasti sudah tidak asing lagi, bahkan mungkin pernah mengalaminya. Kalimpanan jika di Indonesiakan akan lebih bersinonim dengan kelilipan. Artinya ada debu/benda kecil yang masuk ke mata. Tapi jika ditilik dari penyebab, maka kalimpanan lebih memiliki makna khusus, yaitu masuknya debu/benda kecil ke mata akibat melihat ke atas.
Yang mau saya bahas sekarang bukanlah Kalimpanan secara harfiah tapi secara kiasan. Dalam pameo minang terkenal kata-kata begini: Jan acok maliek ka ateh, beko kalimpanan. (Jangan terlelu sering melihat ke atas, bisa-bisa Kelilipan). Pameo ini biasanya ditujukan pada orang yang selalu membanding-bandingkan kehidupannya (dalam hal ini Harta) dengan orang yang lebih kaya dari dia.
Bagi saya, yang bekerja di salah satu BUMN dimana kenaikan gaji atau bonus ditentukan oleh nilai yang kadang secara subjektif diberikan oleh atasan maka hal ini kemudian mejadi hal yang sensitive. Selalu saja ada yang tidak puas dengan hasil yang diperoleh. Kata “seharusnya” pun menjadi sering terdengar. “Seharusnya nilai saya lebih… Seharusnya saya bisa dapat segini… Dan banyak lagi “seharusnya” yang didengar. Hal ini kemudian diperburuk dengan kondisi dimana teman seprofesi kita, satu angkatan, jabatan sama, mendapatkan nilai yang lebih baik dari kita. Padahal “Seharusnya” kan sama.
Dulu saya begitu. Setiap kenaikan gaji, atau mendapat bonus, saya akan membandingkan dengan orang lain, dan tentu saja ketika ada orang lain yang memiliki nilai lebih tinggi, muncul rasa tidak puas dan terkadang iri. Akhirnya hati jadi sakit, kerja tidak ikhlas dan kerjanya hanya mengeluh. Beberapa waktu saya terperangkap di situasi ini. Bahkan sempat mengeluh ke Tuhan: Ya Tuhaaan, kenapa hanya segini? Kenapa mereka lebih? Kenapa saya tidak sama dengan mereka padahal kerjanya sama? Astaghfirullah…. Sungguh ketika itu, saya jauh dari bersyukur.
Suatu ketika saya menonton acara Orang Pinggiran di televisi. Entah kenapa, padahal saya sebelumnya tidak suka menonton acara ini. Mungkin inilah cara Tuhan menegur saya. Di acara itu ditayangkan seorang remaja yang terpaksa berhenti sekolah karena tidak mampu membayar uang sekolah sebesar Rp. 90.000,00 dan terpaksa bekerja mencari sayur untuk dijual yang harga seikatnya hanya Rp. 500. Saya tersentak, bahkan sampai nangis, 90.000??? itu hanya sepertiga tagihan pulsa saya setiap bulannya. Dan itu pun saya masih mengeluh. Secara tidak sadar saat itu air mata saya mengalir, bukan karena cengeng, tapi lebih karena menyesal, selama ini saya tidak bersyukur.
Saat ini gaji saya boleh dibilang sangat cukup, bahkan masih berlebih untuk ditabung. Kebutuhan sehari-hari saya tercukupi dengan baik, bahkan cenderung lebih. Apalagi yang saya keluhkan? Saat itu saya malu, malu pada Tuhan yang menegur saya dengan indah. Tapi saya juga bersyukur, Tuhan masih mau mengur saya dengan baik, bagaimana jika Tuhan langsung memberikan hukuman? Na’udzubillah.
Ayah saya pernah menasehati, “ Kalau maliek jan ka ateh, beko kalimpanan, ameh tu mangkilek, tapi bisa mambuek silau” (Kalau melihat jangan ke atas, nanti kelilipan, Emas itu mengkilat, tapi bisa membuat silau) Benarlah kata Ayah, kalau kita hanya melihat keatas untuk harta, maka kita tak akan pernah puas, akhirnya hanya sakit hati yang didapat. Harta kalau dikejar tak akan pernah cukup, tapi kalau kita mensyukuri harta saat ini, insya Allah akan menjadi cukup. Bukankah kata kalau kita mensyukuri nikmat saat ini, Allah akan menambahkan nikmatNya?
Pada akhirnya saya bukanlah orang yang alim, tapi saya masih bersyukur kadang diingatkan Tuhan dengan cara yang indah. Saat ini saya bersyukur dengan apa yang ada, banyak orang yang lebih menderita dari saya di luar sana. Saat saya tidur di atas kasur empuk, di luar sana ada yang tidur beralaskan koran, saat saya makan nasi yang enak, di luar sana ada yang terpaksa puasa menahan lapar, saat saya saat ini bisa tertawa, di luar sana ada yang untuk tersenyum pun susah. Maka nikmat Tuhan manakah yang kamu dustakan? (Ar-Rahman).
Harta tak akan pernah memberi kata puas, bahkan Qarun sampai tenggelam di lautan hartanya, maka hatilah yang bisa membuatnya puas. Bersyukurlah karena saat ini kamu masih bisa tersenyum tertawa bersama-orang orang yang kau cintai. Jika kau percaya, semuanya adalah milik Tuhan, maka tak ada yang abadi. Semoga kita selalu jadi orang-orang yang bisa bersyukur. Melihat ke atas boleh untuk memacu semangat, asal keterusan, nanti Kalimpanan. Bukankah terlalu sering melihat ke atas, leher jadi sakit? :p



Luwuk, Hari gajian di bulan Maret 2012
Alhamdulilaaaaah….

1 comment:

Muhammad azmi said...

Mantabbb postingannya..